Cerpen ini terinspirasi oleh lagu
dari Adele with Make You Feel My Love.
Make
You Feel My Love
“When the rain is blowing in your
face. And the whole world is on your case. I could offer you a warm embrace. To
make you feel my love…”
Sudut mata Jingga menggenang. Tetesan bening itu tak mampu
luruh. Hanya terpajang manis. Menunggu saat dimana Jingga mengatupkan kedua
belah kelopak matanya yang dinaungi bulu mata lentik indah hingga tetesan itu
merambati lembut pipinya. “Selamat siang, ini pesanannya mbak” sahut seorang
pramusaji yang datang membawa dua gelas juice dan dua piring sandwich. Jingga
mengerjap sesaat sebelum berterimakasih kepada pramusaji itu. Ia hanya mendesah
melihat makanan yang baru saja datang. “Untuk apa aku memesan makanan ini”
ujarnya sedih. Yaa, seharusnya ia bersama Cakra sekarang. Sesosok pria yang
telah mampu meluluhkan hati Jingga yang sekeras baja. Ia terlalu mencintai
Cakra hingga rela diperlakukan Cakra seperti ini.
*flashback*
“Jingga, bagaimana jika
nanti kita makan bersama setelah kuliah usai ?” Tanya Cakra saat menghampiri
Jingga di perpustakaan. “Oke, di café biasa ?” Tanya Jingga antusias. “Yap
tentu, tunggu aku nanti aku menyusul” terang Cakra seraya berjalan keluar
perpustakaan. Jingga hanya bias tersenyum menanggapi tingkah Cakra yang seperti
ini.
Sudah hampir satu jam
Jingga menunggu kedatangan Cakra. Dengan sepenuh hati Jingga masih terus
menunggu kedatangan Cakra. Bunyi ponsel membuyarkan lamunan Jingga. Tertera
nama Cakra di layar ponselnya. Jingga menekan ponselnya dengan segenap kata
kata yang akan ia keluarkan untuk memarahi Cakra. “Halo…. Cakra ka…” . “Maaf
Jingga, aku ngga bisa makan siang sama kamu sekarang. Ada urusan penting. Maaf
ya. Nanti aku traktir kamu makan deh. Yayaya ? Love you Jingga” sela Cakra
cepat sebelum Jingga menyelesaikan kalimatnya. “tap…” terdengar nada sambung
terputus yang menandakan Cakra menutup ponselnya.
*flashback end*
Dengan gundah Jingga melangkahkan kaki keluar café setelah
membayar makanan yang ia pesan tanpa menyentuhnya sedikitpun. Sembari
bersenandung kecil, Jingga berjalan dari café menuju halte bus yang letaknya
tidak terlalu jauh. Jingga terdiam, matanya terasa panas, kakinya terasa tak
kuat menopang beban tubuhnya. Ia melihat Cakra bersama seorang gadis di dalam
mobil yang sedang berada di perempatan lampu merah. Mereka tampak mesra.
Terlihat dari tangan gadis itu yang bergelayut manja di lengan Cakra yang
sedang menguasai kemudi mobil. Perlahan Jingga menekan ponsel touchscreen nya,
mengirim pesan pada Cakra.
To : Cakra
Kamu ada
urusan mendadak apa memang ?
Dari samping jalan, Jingga melihat
Cakra mengambil ponselnya. Seketika itu lampu berubah hijau dan mobil Cakra pun
berlalu. Drrrrttt…. Drtttttt. Jingga
melihat ponselnya. Satu pesan baru.
From : Cakra
Aku sedang
mendapat bimbingan materi dari dosen. Maaf ya Ngga O:)
Seketika itu juga butiran butiran
kristal mengucur dari pelupuk mata Jingga. Dadanya terasa sesak, sulit sekali
bernafas. Dengah goyah, ia melanjutkan perjalanannya menuju halte diiringi sesegukan
kecil.
***
“When the evening shadows and the stars appear. And
there is no one there to dry your tears. I could hold you for a million years.
To make you feel my love…”
Jingga
menyesap kopinya sembari memikirkan siapa gadis yang 3 minggu lalu ia lihat
satu mobil bersama Cakra. Memang setelah kejadian itu sikap Jingga terhadap
Cakra berubah, begitu pula sebaliknya. Merek hanya menanyakan kabar tanpa embel
– embel kasih sayang seperti dulu. Hlaaap..
terasa tangan kokoh menghambur menutupi sebagian wajah Jingga dari kening
hingga mata. Jingga tidak perlu bertanya untuk mengetahui siapa pemilik tangan
kokoh itu. “Cakra… lepasin naa” ujar Jingga manja. “Kok tau ?” Tanya Cakra
sembari mengambil tempat duduk di depan Jingga. “Kamu kemana aja sekarang ? Jadi
orang sibuk banget” Tanya Jingga menghiraukan pertanyaan Cakra. “emmm aku lagi
deket sama cewek nih Ngga” terang Cakka antusias. Deg… Jingga merasa dirinya baru saja dihempaskan begitu saja menuju
jurang yang sangat dalam. “oh ya ? siapa dia ?” Tanya Jingga agar terlihat
antusias. “Mahasiswi fakultas pertanian. Sebentar lagi dia datang, sekaligus
ingin aku kenalkan padamu” jelas Cakra santai tanpa memperdulikan ekspresi
gadis di depannya ini. Tiba-tiba saja Jingga mengambil ponselnya dan
mendekatkan ketelinganya. “Hallo ada apa ?” “…….” “oh iya baik saya akan segera
kesana, tunggu 15 menit lagi” “….” “iya baik”. Cakra menyeringitkan dahinya
menatap Jingga tajam. “Maaf Cakra, aku harus pergi sekarang. Mungkin lain kali
saja kenalkan calon gadismu padaku.” Ujar Jingga. Tanpa menunggu jawaban dari
Cakra, Jingga langsung beranjak meninggalkan mejanya dan Cakra. Bruuk… hantaman kecil beradu antara
Jingga dengan seorang gadis di dekat pintu utama café. “maaf aku sedang terburu
buru saat ini” Jelas Jingga sembari menundukkan kepala dan berlalu pergi. “Hai
Cakra….” Ujar gadis itu sembari melingkarkan tangannya di leher Cakra dan
mengecup pipi Cakra singkat.
***
“I know you haven’t made your mind up
yet, But I would never do you wrong. I’ve know it from the moment that we meet.
No doubt in my mind where you belong…”
Cakra sedang sibuk dengan ponselnya,
mengacuhkan Jingga yang sedari tadi bersamanya. Hanya terpaan angin dan gemuruh
ombak yang menemani kesunyian mereka berdua. Sedetik dua detik berlalu tanpa
ada yang memulai percakapan satu sama lain. Cakra mengajak Jingga ke pantai
tanpa memberitahu apa alasannya. “Jingga kamu mau ngga jadi pacarku ?” Tanya
Cakra tiba tiba. Jingga terhenyak, kaget sekaligus senang. “emm a-apa ??” jawab
Jingga gugup. “Kurang greget ya Ngga ? aku mau ngungkapin perasaanku ke Jelita sebentar
lagi, di sini” jelas Cakra dengan mata sayu dan terlihat kesal. Deg!.. Mata Jingga terasa panas,
keringat dingin terasa di genggaman tangannya. “o-oohh k-kamu mau ngungkapin
p-perasaanmu ke siapa itu tadi ?” Tanya Jingga berpura pura acuh. “Iya.. Jelita
namanya, itu gadis yang dulu pernah akan ku kenalkan tapi kamu tiba – tiba
pergi.” Terang Cakra. Dada Jingga terasa sesak, sakit bagaikan menelan beribu
jarum yang sangat tajam. “Ngga, Kamu bisa sembunyi dulu ? Jelita akan segera
datang. Doakan aku sukses!” ujar Cakra dengan mata yang berbinar binar. “emmm
oke lagi pula..” jawab Jingga lesu. “tunggu nanti aku antar pulang kamu” sela
Cakra. Dengan mengabaikan ucapan Cakra, Jingga berjalan menuju salah satu
gazebo di pinggir pantai. Tak selang beberapa menit, muncul seorang gadis
tinggi, cantik, putih dengan menggunakan celana jeans skinny berbalut tanktop
hitam dan jaket jeans, gadis itu melangkah mendekati Cakra. Yah … itu pasti
Jelita. Nama yang cantik secantik orangnya. “tunggu…” ujar Jingga pada dirinya
sendiri. “gadis itu kan…”
*flashback*
“Ngga,
anterin aku ke Mall sebentar boleh ?” Tanya Dinda sahabat Jingga. “boleh, kamu
mau beli apa ?” Tanya Jingga penasaran. Karena jarang sekali Dinda mengajaknya
ke Mall. Paling paling Jingga yang mengajak Dinda. “Doni selingkuh Ngga, dia
lagi ada di Mall sekarang.” Ujar Dinda menahan air matanya.
“Dimana
Doni Nda ?” Tanya Jingga sesampainya mereka di Mall. Dinda tak menjawab
pertanyaan Jingga. Ia hanya berjalan menuju tempat yang ia tahu Doni pasti
berada di sana. Jingga hanya menatap kasihan pada sahabatnya ini dan berjalan
mengikutinya. “Nda itu Doni ?” Tanya Jingga yang menangkap sesesok pria sedang
berciuman dengan seorang wanita. “Ayo kita pulang Ngga.” Ujar Dinda dengan
suaranya yang mulai bergetar. “Tunggu sini.” Ujar Jingga mantap. “eh Ngga, kamu
mau apa ?” ujar Dinda panik. Dengan tegas Jingga melangkah menuju meja tempat
Doni bersama selingkuhannya berada. Sembari membawa minuman yang sebelumnya ia
pesan. Brukk!! Jingga tiba-tiba berpura-pura terjatuh dan menumpahkan isi
minumannya ke kepala gadis itu.
*flashback
end*
***
“I’d go hungry I’d go black and blue.
I’d go crawling down the avenue. No, there ‘s nothing that I wouldn’t do. To
make you feel my love…”
Sudah berjalan tiga bulan sejak
Cakra mulai menjalin hubungan dengan Jelita. Sudah tiga bulan juga Jingga
mencium gelagat aneh dari Jelita. Cakra dan Jelita, mereka hampir selalu
bertengkar dan nantinya pasti Jelita yang meminta maaf dan meminta hubungan
mereka tetap berjalan. Selama itu pula Cakra selalu menceritakan keluh kesahnya
kepada Jingga. Tapi entah mengapa, walaupun Cakra tidak menyukai sikap Jelita
yang seperti itu, ia tidak mau mengakhiri hubungannya dengan Jelita. “Ngga aku
kerumahmu sekarang ya.” Ujar Cakra melalui telepon. “Iya,ada apa ? ada masalah
lagi ?” Tanya Jingga menerka. “Bukan, nanti saja aku bicarakan” ujar Cakra dari
seberang telepon.
“Apa kau gila ?” teriak Jingga
histeris. “Aku terlalu mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia” ujar Cakra
penuh keyakinan. “tapi tidak harus menkahinya kan ?” sergah Jingga. “mungkin
aku akan bertunangan dulu dengannya.” Ujar Cakra mantap. “terserah lah” ujar
Jingga masuk kedalam rumah dan menutup pintunya tanpa memperdulikan Cakra.
***
“The stroms are raging on the rolling
sea. And on the highway of regret. Though winds of change are blowing wild and
free. You ain’t seen nothing like me yet…”
Jingga
menangis sendiri di kamarnya. Terlalu sakit yang ia rasakan. Lelaki yang sudah
terlalu lama ia cintai diam diam. Kini akan melamar seorang gadis untuk menjadi
tunangannya. Jingga semakin bersedih kala ia ingat masa masa SMA nya dulu
dengan Cakra. Pertamakalinya ia bertemu Cakra.
*flashback*
“Hey kamu! Anak baru ramai saja dari
tadi. Kamu mau saya hokum ha ?” Tanya Cakra yang pada saat itu notabennya kakak
kelas Jingga. “Engga kak, maaf saya tadi hanya membicarakan barang bawaan
dengan Dinda” jawab Jingga seadanya. “Kamu saya hukum lari keliling lapangan 10
menit.” Ujar Cakra tegas. “sekarang!!” imbuh Cakra.
Baru
enam menit berlari, Jingga merasa lemah dan tiba tiba ia ambruk. Cakra yang
melihatnya bergegas menggendong Jingga membawanya ke ruang UKS. Cakra merasa
bersalah, seharusnya ia tidak melakukan hal seperti ini pada Jingga, anak baru
itu. Jingga tersadar, ia merasakan pusing yang amat sangat menderanya. “Sudah
sadar ? maaf ya aku membuatmu seperti ini.” Ujar Cakra. “tidak apa apa kak. Akunya
saja yang terlalu manja.” Ujar Jingga merendah. “nanti kamu aku antar pulang
saja ya.” Tawar Cakra pada Jingga. “harus mau!.” Tambah Cakra dan berlalu
meninggalkan JIngga yang masih tertegun. “istirahatlah, jika sudah pulang aku
akan menjemputmu.” Ujar Cakra sebelum menutup pintu ruang UKS.
*flashback end*
Kini
Jingga telah memegang tiket dan paspor untuk ke Paris. Yaa, ia ingin
meninggalkan semua perasaan dan kenangannya terhadap Cakra. Baru saja Cakra
menelponnya dan memberi tahu bahwa Jelita bersedia untuk menjadi tunangannya.
Hati Jingga remuk redam, kebersamaan Jingga dan Cakra selama 4 tahun belum
cukup untuk membuat Cakra merasakan begitu besar cinta Jingga padanya. Jingga
telah memutuskan ia akan melanjutkan studinya di Paris. Dan ia akan berangkat
besok. Jingga memang sengaja tidak member tahu Cakra mengenai kepindahannya. Ia
tidak ingin saat melihat Cakra, keputusannya menjadi goyah antara tetap tinggal
atau ke luar negeri.
***
“I could make you happy make your dreams come true.
Nothing that I wouldn’t do. Go to the ends of the earth for you. To make you
feel my love…”
Jingga
tengah menengadahkan kepalanya menatap menara tercantik menurutnya. Berbalut
pakaian tebal khas musim dingin ia berjalan menyusuri danau disekitar menara Eiffel. Ia tersenyum tak kala melihat cakrawala
musim dingin di Perancis yang sangat indah.
Cakra
tengah berada di pantai. Dengan seorang gadis disampingnya yang bergelayut
manja. Ia tersenyum tak kala melihat matahari hendak pulang ke peraduannya
dengan menyeruakkan semburat jingga yang begitu menawan.
Cakrawala menggelayut di ujung senja….
-END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar