Rabu, 24 April 2013

Make You Feel My Love


Cerpen ini terinspirasi oleh lagu dari Adele with Make You Feel My Love.



Make You Feel My Love



“When the rain is blowing in your face. And the whole world is on your case. I could offer you a warm embrace. To make you feel my love…”

Sudut mata Jingga menggenang. Tetesan bening itu tak mampu luruh. Hanya terpajang manis. Menunggu saat dimana Jingga mengatupkan kedua belah kelopak matanya yang dinaungi bulu mata lentik indah hingga tetesan itu merambati lembut pipinya. “Selamat siang, ini pesanannya mbak” sahut seorang pramusaji yang datang membawa dua gelas juice dan dua piring sandwich. Jingga mengerjap sesaat sebelum berterimakasih kepada pramusaji itu. Ia hanya mendesah melihat makanan yang baru saja datang. “Untuk apa aku memesan makanan ini” ujarnya sedih. Yaa, seharusnya ia bersama Cakra sekarang. Sesosok pria yang telah mampu meluluhkan hati Jingga yang sekeras baja. Ia terlalu mencintai Cakra hingga rela diperlakukan Cakra seperti ini.

*flashback*

“Jingga, bagaimana jika nanti kita makan bersama setelah kuliah usai ?” Tanya Cakra saat menghampiri Jingga di perpustakaan. “Oke, di café biasa ?” Tanya Jingga antusias. “Yap tentu, tunggu aku nanti aku menyusul” terang Cakra seraya berjalan keluar perpustakaan. Jingga hanya bias tersenyum menanggapi tingkah Cakra yang seperti ini.

Sudah hampir satu jam Jingga menunggu kedatangan Cakra. Dengan sepenuh hati Jingga masih terus menunggu kedatangan Cakra. Bunyi ponsel membuyarkan lamunan Jingga. Tertera nama Cakra di layar ponselnya. Jingga menekan ponselnya dengan segenap kata kata yang akan ia keluarkan untuk memarahi Cakra. “Halo…. Cakra ka…” . “Maaf Jingga, aku ngga bisa makan siang sama kamu sekarang. Ada urusan penting. Maaf ya. Nanti aku traktir kamu makan deh. Yayaya ? Love you Jingga” sela Cakra cepat sebelum Jingga menyelesaikan kalimatnya. “tap…” terdengar nada sambung terputus yang menandakan Cakra menutup ponselnya.

*flashback end*

Dengan gundah Jingga melangkahkan kaki keluar café setelah membayar makanan yang ia pesan tanpa menyentuhnya sedikitpun. Sembari bersenandung kecil, Jingga berjalan dari café menuju halte bus yang letaknya tidak terlalu jauh. Jingga terdiam, matanya terasa panas, kakinya terasa tak kuat menopang beban tubuhnya. Ia melihat Cakra bersama seorang gadis di dalam mobil yang sedang berada di perempatan lampu merah. Mereka tampak mesra. Terlihat dari tangan gadis itu yang bergelayut manja di lengan Cakra yang sedang menguasai kemudi mobil. Perlahan Jingga menekan ponsel touchscreen nya, mengirim pesan pada Cakra.

 To : Cakra

Kamu ada urusan mendadak apa memang ?

Dari samping jalan, Jingga melihat Cakra mengambil ponselnya. Seketika itu lampu berubah hijau dan mobil Cakra pun berlalu. Drrrrttt…. Drtttttt. Jingga melihat ponselnya. Satu pesan baru.

From : Cakra

Aku sedang mendapat bimbingan materi dari dosen. Maaf ya Ngga O:)

Seketika itu juga butiran butiran kristal mengucur dari pelupuk mata Jingga. Dadanya terasa sesak, sulit sekali bernafas. Dengah goyah, ia melanjutkan perjalanannya menuju halte diiringi sesegukan kecil.

***

“When the evening shadows and the stars appear. And there is no one there to dry your tears. I could hold you for a million years. To make you feel my love…”

            Jingga menyesap kopinya sembari memikirkan siapa gadis yang 3 minggu lalu ia lihat satu mobil bersama Cakra. Memang setelah kejadian itu sikap Jingga terhadap Cakra berubah, begitu pula sebaliknya. Merek hanya menanyakan kabar tanpa embel – embel kasih sayang seperti dulu. Hlaaap.. terasa tangan kokoh menghambur menutupi sebagian wajah Jingga dari kening hingga mata. Jingga tidak perlu bertanya untuk mengetahui siapa pemilik tangan kokoh itu. “Cakra… lepasin naa” ujar Jingga manja. “Kok tau ?” Tanya Cakra sembari mengambil tempat duduk di depan Jingga. “Kamu kemana aja sekarang ? Jadi orang sibuk banget” Tanya Jingga menghiraukan pertanyaan Cakra. “emmm aku lagi deket sama cewek nih Ngga” terang Cakka antusias. Deg… Jingga merasa dirinya baru saja dihempaskan begitu saja menuju jurang yang sangat dalam. “oh ya ? siapa dia ?” Tanya Jingga agar terlihat antusias. “Mahasiswi fakultas pertanian. Sebentar lagi dia datang, sekaligus ingin aku kenalkan padamu” jelas Cakra santai tanpa memperdulikan ekspresi gadis di depannya ini. Tiba-tiba saja Jingga mengambil ponselnya dan mendekatkan ketelinganya. “Hallo ada apa ?” “…….” “oh iya baik saya akan segera kesana, tunggu 15 menit lagi” “….” “iya baik”. Cakra menyeringitkan dahinya menatap Jingga tajam. “Maaf Cakra, aku harus pergi sekarang. Mungkin lain kali saja kenalkan calon gadismu padaku.” Ujar Jingga. Tanpa menunggu jawaban dari Cakra, Jingga langsung beranjak meninggalkan mejanya dan Cakra. Bruuk… hantaman kecil beradu antara Jingga dengan seorang gadis di dekat pintu utama café. “maaf aku sedang terburu buru saat ini” Jelas Jingga sembari menundukkan kepala dan berlalu pergi. “Hai Cakra….” Ujar gadis itu sembari melingkarkan tangannya di leher Cakra dan mengecup pipi Cakra singkat.

***

“I know you haven’t made your mind up yet, But I would never do you wrong. I’ve know it from the moment that we meet. No doubt in my mind where you belong…”

            Cakra sedang sibuk dengan ponselnya, mengacuhkan Jingga yang sedari tadi bersamanya. Hanya terpaan angin dan gemuruh ombak yang menemani kesunyian mereka berdua. Sedetik dua detik berlalu tanpa ada yang memulai percakapan satu sama lain. Cakra mengajak Jingga ke pantai tanpa memberitahu apa alasannya. “Jingga kamu mau ngga jadi pacarku ?” Tanya Cakra tiba tiba. Jingga terhenyak, kaget sekaligus senang. “emm a-apa ??” jawab Jingga gugup. “Kurang greget ya Ngga ? aku mau ngungkapin perasaanku ke Jelita sebentar lagi, di sini” jelas Cakra dengan mata sayu dan terlihat kesal. Deg!.. Mata Jingga terasa panas, keringat dingin terasa di genggaman tangannya. “o-oohh k-kamu mau ngungkapin p-perasaanmu ke siapa itu tadi ?” Tanya Jingga berpura pura acuh. “Iya.. Jelita namanya, itu gadis yang dulu pernah akan ku kenalkan tapi kamu tiba – tiba pergi.” Terang Cakra. Dada Jingga terasa sesak, sakit bagaikan menelan beribu jarum yang sangat tajam. “Ngga, Kamu bisa sembunyi dulu ? Jelita akan segera datang. Doakan aku sukses!” ujar Cakra dengan mata yang berbinar binar. “emmm oke lagi pula..” jawab Jingga lesu. “tunggu nanti aku antar pulang kamu” sela Cakra. Dengan mengabaikan ucapan Cakra, Jingga berjalan menuju salah satu gazebo di pinggir pantai. Tak selang beberapa menit, muncul seorang gadis tinggi, cantik, putih dengan menggunakan celana jeans skinny berbalut tanktop hitam dan jaket jeans, gadis itu melangkah mendekati Cakra. Yah … itu pasti Jelita. Nama yang cantik secantik orangnya. “tunggu…” ujar Jingga pada dirinya sendiri. “gadis itu kan…”

            *flashback*

            “Ngga, anterin aku ke Mall sebentar boleh ?” Tanya Dinda sahabat Jingga. “boleh, kamu mau beli apa ?” Tanya Jingga penasaran. Karena jarang sekali Dinda mengajaknya ke Mall. Paling paling Jingga yang mengajak Dinda. “Doni selingkuh Ngga, dia lagi ada di Mall sekarang.” Ujar Dinda menahan air matanya.

            “Dimana Doni Nda ?” Tanya Jingga sesampainya mereka di Mall. Dinda tak menjawab pertanyaan Jingga. Ia hanya berjalan menuju tempat yang ia tahu Doni pasti berada di sana. Jingga hanya menatap kasihan pada sahabatnya ini dan berjalan mengikutinya. “Nda itu Doni ?” Tanya Jingga yang menangkap sesesok pria sedang berciuman dengan seorang wanita. “Ayo kita pulang Ngga.” Ujar Dinda dengan suaranya yang mulai bergetar. “Tunggu sini.” Ujar Jingga mantap. “eh Ngga, kamu mau apa ?” ujar Dinda panik. Dengan tegas Jingga melangkah menuju meja tempat Doni bersama selingkuhannya berada. Sembari membawa minuman yang sebelumnya ia pesan. Brukk!! Jingga tiba-tiba berpura-pura terjatuh dan menumpahkan isi minumannya ke kepala gadis itu.

            *flashback end*

***

“I’d go hungry I’d go black and blue. I’d go crawling down the avenue. No, there ‘s nothing that I wouldn’t do. To make you feel my love…”

            Sudah berjalan tiga bulan sejak Cakra mulai menjalin hubungan dengan Jelita. Sudah tiga bulan juga Jingga mencium gelagat aneh dari Jelita. Cakra dan Jelita, mereka hampir selalu bertengkar dan nantinya pasti Jelita yang meminta maaf dan meminta hubungan mereka tetap berjalan. Selama itu pula Cakra selalu menceritakan keluh kesahnya kepada Jingga. Tapi entah mengapa, walaupun Cakra tidak menyukai sikap Jelita yang seperti itu, ia tidak mau mengakhiri hubungannya dengan Jelita. “Ngga aku kerumahmu sekarang ya.” Ujar Cakra melalui telepon. “Iya,ada apa ? ada masalah lagi ?” Tanya Jingga menerka. “Bukan, nanti saja aku bicarakan” ujar Cakra dari seberang telepon.

            “Apa kau gila ?” teriak Jingga histeris. “Aku terlalu mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia” ujar Cakra penuh keyakinan. “tapi tidak harus menkahinya kan ?” sergah Jingga. “mungkin aku akan bertunangan dulu dengannya.” Ujar Cakra mantap. “terserah lah” ujar Jingga masuk kedalam rumah dan menutup pintunya tanpa memperdulikan Cakra.

***

“The stroms are raging on the rolling sea. And on the highway of regret. Though winds of change are blowing wild and free. You ain’t seen nothing like me yet…”

            Jingga menangis sendiri di kamarnya. Terlalu sakit yang ia rasakan. Lelaki yang sudah terlalu lama ia cintai diam diam. Kini akan melamar seorang gadis untuk menjadi tunangannya. Jingga semakin bersedih kala ia ingat masa masa SMA nya dulu dengan Cakra. Pertamakalinya ia bertemu Cakra.

            *flashback*

“Hey kamu! Anak baru ramai saja dari tadi. Kamu mau saya hokum ha ?” Tanya Cakra yang pada saat itu notabennya kakak kelas Jingga. “Engga kak, maaf saya tadi hanya membicarakan barang bawaan dengan Dinda” jawab Jingga seadanya. “Kamu saya hukum lari keliling lapangan 10 menit.” Ujar Cakra tegas. “sekarang!!” imbuh Cakra.

            Baru enam menit berlari, Jingga merasa lemah dan tiba tiba ia ambruk. Cakra yang melihatnya bergegas menggendong Jingga membawanya ke ruang UKS. Cakra merasa bersalah, seharusnya ia tidak melakukan hal seperti ini pada Jingga, anak baru itu. Jingga tersadar, ia merasakan pusing yang amat sangat menderanya. “Sudah sadar ? maaf ya aku membuatmu seperti ini.” Ujar Cakra. “tidak apa apa kak. Akunya saja yang terlalu manja.” Ujar Jingga merendah. “nanti kamu aku antar pulang saja ya.” Tawar Cakra pada Jingga. “harus mau!.” Tambah Cakra dan berlalu meninggalkan JIngga yang masih tertegun. “istirahatlah, jika sudah pulang aku akan menjemputmu.” Ujar Cakra sebelum menutup pintu ruang UKS.

*flashback end*

Kini Jingga telah memegang tiket dan paspor untuk ke Paris. Yaa, ia ingin meninggalkan semua perasaan dan kenangannya terhadap Cakra. Baru saja Cakra menelponnya dan memberi tahu bahwa Jelita bersedia untuk menjadi tunangannya. Hati Jingga remuk redam, kebersamaan Jingga dan Cakra selama 4 tahun belum cukup untuk membuat Cakra merasakan begitu besar cinta Jingga padanya. Jingga telah memutuskan ia akan melanjutkan studinya di Paris. Dan ia akan berangkat besok. Jingga memang sengaja tidak member tahu Cakra mengenai kepindahannya. Ia tidak ingin saat melihat Cakra, keputusannya menjadi goyah antara tetap tinggal atau ke luar negeri.

***

“I could make you happy make your dreams come true. Nothing that I wouldn’t do. Go to the ends of the earth for you. To make you feel my love…”

            Jingga tengah menengadahkan kepalanya menatap menara tercantik menurutnya. Berbalut pakaian tebal khas musim dingin ia berjalan menyusuri danau disekitar menara Eiffel. Ia tersenyum tak kala melihat cakrawala musim dingin di Perancis yang sangat indah.

            Cakra tengah berada di pantai. Dengan seorang gadis disampingnya yang bergelayut manja. Ia tersenyum tak kala melihat matahari hendak pulang ke peraduannya dengan menyeruakkan semburat jingga yang begitu menawan.

            Cakrawala menggelayut di ujung senja….

-END-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar